Membangun Kemitraan: Upaya untuk Mengatasi Kekurangan Pasokan Bambu di Kabupaten Gunungkidul

teks dan foto : Riyandoko
ditulis untuk : Majalah Kiprah Agroforestri.


Bambu merupakan hasil hutan bukan kayu dari kebun agroforestri yang potensial sebagai pengganti kayu dalam usaha atau industri berbahan baku kayu. Di Kabupaten Gunungkidul, bambu masih dikembangkan secara tradisional, belum dikelola secara serius dan berorientasi usaha. Petani umumnya menanam bambu dan kayu di tegalan atau pekarangan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, misalnya membuat reng atap rumah, dinding rumah (gedheg), kandang ternak, dan pagar.
Sebenarnya, di Gunungkidul sudah berkembang beberapa sentra industri bambu, antara lain di Kecamatan Semanu, Paliyan, Ngawen, Semin, Gedangsari, Nglipar, Rongkop dan Karangmojo. Hasil industri bambu dari daerah tersebut berupa: alat rumah tangga, sangkar burung dan ayam, permainan anak-anak, kursi dan meja. Ahmad Jujur, perajin bambu dari Desa Ngepoh, Kecamatan Semin mengatakan bahwa saat ini industri kerajinan bambu di Gunungkidul, terutama di wilayahnya masih kekurangan bahan baku. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Bambang Wisnu Broto, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul. Beliau menyebutkan bahwa produksi bambu di Gunungkidul tahun 2015 hanya mampu memasok 30% dari kebutuhan bahan baku industri kerajinan bambu yang ada. Rendahnya pasokan bambu tersebut, menyebabkan para pengrajin bambu di Gunungkidul terpaksa harus mendatangkan bambu dari daerah lain seperti Wonogiri, Pacitan, Magelang, Purworejo, Boyolali dan Sleman untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. 
Melihat adanya permasalahan kekurangan pasokan bahan baku untuk kerajinan bambu di Kabupaten Gunungkidul tersebut, maka pada tahun 2011 Dinas Kehutanan dan Perkebunan menginisiasi program rehabilitasi bambu di Kecamatan Gedangsari, Patuk, Semin, Purwosari, Karangmojo, Semin dan Playen.  Program tersebut dilakukan dengan menanam bambu pada lahan kosong yang belum dimanfaatkan secara intensif. Melihat peluang dan potensi pengembangan bambu di Gunungkidul ini, the World Agroforestry Centre (ICRAF) bersama dengan mitra kerjanya yang tergabung dalam program penelitian KANOPPI – ACIAR FST 2013-039, tertarik untuk terlibat dalam peningkatan produksi bambu melalui kegiatan penelitian mengenai perbaikan budidaya dan pengembangan masyarakat yang mencakup penguatan kelompok dan peningkatan pengetahuan serta ketrampilan.
Penelitian untuk perbaikan budidaya bambu
Penelitian ini dilatar-belakangi oleh adanya kondisi yang terjadi secara umum di Kabupaten Gunungkidul mengenai rendahnya pemeliharaan rumpun bambu oleh petani, sehingga bambu yang dihasilkan berkualitas rendah. Dalam penelitian ini ICRAF bersama Pusat Penelitian dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memfokuskan pada topik mengenai penjarangan dan pemupukan rumpun bambu serta kombinasi antara keduanya. Penelitian dilakukan pada skala kebun untuk jenis Bambu Apus (Gigantochloa apus) di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi berupa kombinasi pemupukan dan penjarangan yang tepat dan dapat diadopsi oleh petani untuk memperbaiki budidaya dan kualitas bambu.
Penguatan kelompok
Penguatan kelompok dilakukan terhadap kelompok petani dan pengrajin bambu dalam hal pemasaran dan peningkatan akses informasi melalui pembentukan asosiasi bambu. Pembentukan asosiasi difasilitasi oleh Kelompok Kerja Hutan Rakyat Lestari Kabupaten Gunungkidul selaku mitra setempat dari program KANOPPI - ACIAR FST 2013-039. Asosiasi bambu yang dibentuk ini merupakan wadah bagi petani dan pengrajin dalam mengakses informasi dan sarana pemasaran bambu. Peningkatan kapasitas petani dan pengrajin dilakukan dengan kegiatan pelatihan budidaya dan studi banding ke Ciamis, Tasikmalaya dan Bandung, Jawa Barat. Selain pelatihan dan studi banding, pertemuan rutin juga menjadi agenda dari asosiasi bambu di Gunungkidul. Melalui pertemuan rutin inilah mulai terjalin komunikasi antara petani dan pengrajin, sehingga pengrajin dapat memperoleh informasi mengenai lokasi-lokasi di Gunungkidul yang memiliki potensi bambu melimpah dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan mendatangkan pasokan bambu dari luar daerah. Informasi ini sangat penting artinya sebagai potensi untuk mengatasi kesulitan pasokan bahan baku industri di Gunungkidul. Namun untuk keberlanjutan usaha, Asosiasi Bambu ini perlu didorong untuk menyediakan basis data melalui  pendataan potensi bahan baku dan industri di Gunungkidul agar kebutuhan bahan baku industri bambu dapat dipasok dari dalam kabupaten.  Selain itu, perlu mengembangkan strategi bersama untuk meningkatkan daya saing dan daya tawar dalam industri bambu melalui diversifikasi produk dan memotong mata rantai distribusi.
          
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan
Pelatihan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani. Pelatihan dilakukan oleh ICRAF bekerjasama dengan CV Rumpun Bambu Nusantara (Bambu BOS), sebuah perusahaan di bidang pengawetan bambu dan konstruksi bambu. Bambu BOS telah memiliki pengalaman mendampingi petani bambu di Kecamatan Pathuk, Gunungkidul sejak tahun 2006. Materi yang dipelajari dalam pelatihan meliputi teknik pembibitan bambu, pengelolaan rumpun bambu, pemanenan bambu, dan pengawetan bambu dengan metode Vertikal Soak Difussion (VSD).
Pembelajaran yang dapat diambil dari kegiatan penelitian dan pendampingan untuk pengembangan petani bambu di Gunungkidul yang diselenggarakan oleh program penelitian Kanoppi adalah pentingnya kemitraan.  Terjalin kemitraan antara pemerintah daerah, sektor swasta, petani  dan pihak lainnya – salah satunya adalah ICRAF selaku lembaga penelitian non pemerintah - dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada. Pada program Kanoppi phase berikutnya, ICRAF bersama mitra kerjanya berharap dapat mendukung keberlanjutan kemitraan yang telah terbangun melalui kegiatan penelitian untuk perbaikan budidaya bambu, penguatan asosiasi bambu dan penyuluhan yang dilakukan bersama sektor swasta.  Kegiatan-kegiatan tersebut sebagai bentuk peningkatan kapasitas petani dalam budidaya dan pemasaran bambu. Kedepannya, perlu adanya komitmen dari para pihak untuk lebih berpartisipasi dalam menyikapi permasalahan mengenai kurangnya pasokan bambu dan pemasaran bambu di Gunungkidul, sehingga industri bambu dapat berkembang dan menyejahterakan masyarakat Gunungkidul yang menggantungkan hidup dari bambu.


Komentar