Petani Unggulan dan Penyuluh Swadaya: Harapan bagi Masyarakat Timor Tengah Selatan sebagai Penyambung Informasi Pengelolaan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu

Teks dan foto oleh Riyandoko
ditulis untuk Buletin Kiprah Agroforestri Vol 9 No 1.  April 2016  the World Agroforestry Centre - Indonesia



 

 

 

 

 

 

 

Permasalahan Pengelolaan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu

Kabupaten Timor Tengah Selatan yang termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki luas sekitar 395.536 ha, pada ketinggian antara 40 – 1.600 meter di atas perlukaan laut (dpl). Kabupaten ini terbagi dalam 32 kecamatan, 266 desa dan 12 kelurahan. Sebagian besar penduduknya menggantungkan penghidupan pada sektor pertanian dan kehutanan, baik dalam bentuk kayu maupun hasil hutan bukan kayu (HHBK). Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) Timor Tengah Selatan tahun 2014, kayu masih didominasi oleh kayu rimba campuran dan kayu jati, sedangkan HHBK didominasi asam, kemiri dan madu. Meskipun kayu dan HHBK tersebut menjadi sumber penghidupan masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Selatan, tetapi hingga saat ini belum memberikan manfaat secara optimal karena belum dikelola secara terintegrasi dan berkelanjutan. Salah satu contoh pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat antara lain penanaman tanaman jati putih (Gmelina arborea) yang belum memperhatikan jarak tanam dan praktik pemeliharaan tanaman seperti pemangkasan cabang dan penjarangan pohon.
Salah satu permasalahan yang menyebabkan ketidak-optimalan dalam pengelolaan kayu dan HHBK oleh petani skala kecil saat ini adalah kurangnya akses informasi dan inovasi pengelolaan yang terintegrasi antara kayu dan HHBK akibat rendahnya kuantitas, intensitas dan kualitas penyuluhan kehutanan. Dari studi mengenai kebutuhan dan tantangan penyuluhan yang dilakukan oleh Program KANOPPI – ACIAR FST 2012-039 pada tahun 2014 dengan wawancara terhadap 129 responden menunjukkan bahwa petani yang mendapatkan layanan penyuluhan di Kabupaten Timor Tengah Selatan sebesar 14,73%. Materi penyuluhan yang diterima adalah tentang pertanian dan tanaman pangan yang dinilai kurang relevan dengan pengembangan produk hasil kehutanan kayu dan HHBK.
  Selain materi penyuluhan yang kurang relevan, keterbatasan jumlah penyuluh kehutanan juga menjadi penyebab rendahnya akses petani terhadap layanan penyuluhan kehutanan. Menurut Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) Kabupaten Timor Tengah Selatan, jumlah penyuluh kehutanan pemerintah pada tahun 2015 sebanyak 16 orang yang terdiri dari 12 laki-laki dan 4 perempuan. Dengan melihat jumlah kecamatan di kabupaten ini, maka rata-rata satu penyuluh bekerja di dua kecamatan. Luasnya area kerja mereka berakibat pada rendahnya jangkauan layanan penyuluhan, terutama ke wilayah terpencil seperti di Kecamatan Fatumnasi dan Mollo Utara yang terletak di sekitar Pegunungan Mutis. Sefuat Tauesib, petani dari Desa Bosen, Kecamatan Mollo Utara mengatakan bahwa penyuluhan terakhir di dusunnya dilakukan pada tahun 2012. Setelah pergantian petugas penyuluh, tidak ada kegiatan penyuluhan sampai dengan sekarang.

Potensi petani unggulan dan penyuluh swadaya sebagai penyambung informasi

Undang-Undang No 16 tahun 2016 tentang sistem penyuluhan, pertanian, perikanan dan kehutanan di Indonesia mengatur bahwa selain dilakukan oleh penyuluh pemerintah, penyuluhan  juga dapat dilakukan oleh penyuluh swadaya dan penyuluh swasta. Penyuluh swadaya adalah pelaku pertanian, perikanan atau kehutanan yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh. Meskipun telah disebutkan dalam peraturan perundangan, namun menurut Ibu Mariah Elisabeth Magang, Koordinator Penyuluh Kehutanan pada BKPP Kabupaten Timor Tengah Selatan, hingga saat ini belum ada penyuluh kehutanan swadaya yang ditetapkan secara resmi oleh pemerintah daerah atau bupati. Namun, di setiap desa/ kelurahan ada satu orang petani unggulan yang selama ini menjadi ‘orang kunci’ yang selalu dihubungi ketika BKPP dan Dinas Kehutanan melakukan penyuluhan atau menyelenggarakan program-program kehutanan.
Jika petani unggulan tersebut dibina untuk menjadi penyuluh kehutanan swadaya, maka di Kabupaten Timor Tengah Selatan minimal ada 278 petani unggulan yang berpotensi menjadi penyuluh kehutanan swadaya. Jumlah yang cukup ideal guna mendukung penyuluh kehutanan pemerintah dalam menyebarkan informasi dan inovasi.

Peningkatan kapasitas petani unggulan dan penyuluh swadaya

Melihat jumlah petani unggulan yang berpotensi mendukung layanan penyuluhan kehutanan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, maka program KANOPPI –ACIAR FST 2012-039 mengambil kesempatan untuk memanfaatkan peluang tersebut. Bekerjasama dengan Dinas Kehutanan dan BKPP Kabupaten Timor Tengah Selatan, program KANOPPI –ACIAR FST 2012-039 menyelenggarakan Pelatihan bagi Petani Unggulan dan Penyuluh Swadaya. Pelatihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani unggulan dan penyuluh swadaya mengenai hasil kehutanan kayu dan HHBK agar dapat mendukung penyebaran informasi dan inovasi.
Pelatihan dilaksanakan antara tanggal 20 - 23 Oktober 2015 di Balai Penyuluhan Kecamatan Mollo Utara, diikuti oleh 24 peserta yang terdiri dari 18 petani unggulan dari Desa Bosen, Desa Netpala dan Desa Ajobaki yang diproyeksikan menjadi penyuluh swadaya dan 6 penyuluh pemerintah yang bertugas di Kecamatan Mollo Utara dan Kecamatan Fatumnasi. Materi yang sampaikan dalam pelatihan yaitu: (a) Pengantar kayu dan hasil hutan bukan kayu; (b) kebijakan tentang penata-usahaan hasil hutan hak yang mencakup tatacara mengajukan Nota Angkut Sendiri dan Surat Keterangan Asal Usul untuk hasil hutan hak; (c) budidaya tanaman kayu; (d) pengelolaan kebun integrasi kayu dan hasil hutan bukan kayu; (e) pengantar pemasaran untuk kayu dan hasil hutan bukan kayu; (f) komunikasi dan menyebar-luaskan informasi melalui penyuluhan

Proses pelatihan petani unggul dan penyuluh swadaya di Desa Netpala, Timor Tengah Selatan

Proses belajar pada pelatihan dibagi dalam tiga tahap yaitu: (1) pengantar materi yang dilakukan di dalam ruang kelas dengan metode ceramah, diskusi kelompok, presentasi hasil, simulasi dan bermain peran. Bermain peran merupakan salah satu metode yang antusias diikuti oleh peserta di dalam ruangan. Suasana ceria dan dialog dengan bahasa setempat memudahkan peserta dalam memahami materi, (2) kunjungan lapangan, dilaksanakan di Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang dikelola oleh Kelompok Tunas Baru Desa Netpala Mollo Utara. Metode belajar yang digunakan dalam kunjungan lapangan yaitu :pengamatan, wawancara, diskusi kelompok, dan presentasi hasil. Kunjungan lapangan ini memudahkan peserta dalam membedakan hasil hutan kayu dan HHBK serta memberikan gambaran kepada petani mengenai pengelolaannya secara tumpang sari (terintegrasi), dan (3) refleksi (pembahasan dan perumusan).

Petani mengidentifikasi tanaman kayu dan non kayu di kebunnya
Hasil evaluasi penyelenggaraan pelatihan menunjukkan bahwa pemangkasan cabang dan penjarangan pohon kayu pada budidaya tanaman kayu merupakan materi yang paling banyak disukai oleh peserta. Hal ini menunjukan bahwa materi dan informasi tentang budidaya sangat diperlukan oleh petani, karena berhubungan dengan praktik pekerjaan mereka sehari-hari yang selama ini masih kurang dipahami petani oleh petani akibat kurangnya informasi dalam bentuk penyuluhan. Dalam pelatihan ini peserta laki-laki masih mendominasi terutama pada sesi diskusi kelas. Kerjasama peserta dalam kelompok terlihat lebih baik dan peserta perempuan lebih aktif dalam menyampaikan pendapat dan menuliskan hasil diskusi dalam kertas plano.
 Dalam evaluasi, peserta menilai bahwa pelatihan ini penting untuk diri mereka, teman dan bagi petani pada umumnya. Mereka berpendapat bahwa pelatihan ini memberikan manfaat dalam hal: (a) menambah ilmu pengetahuan mengenai kayu dan hasil hutan bukan kayu, (b) mengetahui tentang tatacara menjual kayu yang diperoleh dari hasil hutan hak, (c) mengetahui tentang tanaman tarum dan manfaatnya, (d) mengetahui tatacara budidaya tanaman kayu, dengan
pemangkasan cabang dan penjarangan dan (e) belajar menyampaikan materi dan proses belajarnya.
Dari manfaat yang diterima oleh peserta menunjukkan bahwa secara umum dalam pelatihan ini peserta mendapat peningkatan pengetahuan, dan motivasi untuk mempraktikkan di kehidupan sehari-hari, namun peningkatan keterampilan dan perubahan sikap belum dapat diketahui pada pelatihan ini.


Rencana tindak lanjut

Berdasarkan pada pelatihan yang telah mereka ikuti, peserta membuat rencana tindak lanjut yang diidentifikasi dari kebutuhan peserta akan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan. Rencana tindak lanjut yang diharapkan peserta pelatihan antara lain: praktik pemangkasan cabang pada pohon kayu; kegiatan praktik budidaya tanaman tarum (indigofera); pelatihan pembuatan warna dari tanaman tarum; dan praktik  penanaman kayu di kebun.

Komentar