Padi Berbasis Agroforestri: Sebuah Contoh Sederhana dari Gunungkidul
Teks Riyandoko dan Elok Ponco Mulyoutami
Foto oleh Riyandoko
ditulis untuk Kiprah Agroforestri Vol 9 No 2 Agustus 2016 the World Agroforestry Centre- Indonesia
Foto oleh Riyandoko
ditulis untuk Kiprah Agroforestri Vol 9 No 2 Agustus 2016 the World Agroforestry Centre- Indonesia
Memahami bagaimana sistem
agroforestri berbasis padi penting dilakukan dalam upaya membuat panduan
mengembangkan sistem ini. Sistem ini menjadi satu alternatif pendapatan yang
penting karena dapat menggabungkan pertanian padi yang memenuhi kebutuhan
pangan keluarga, sekalian juga menghasilkan tanaman tahunan yang dapat menjadi
tambahan pendapatan petani. Sebagai bagian dari upaya penyusunan panduan
bagaimana mengelola agroforestri padi, World Agroforestry
Center (ICRAF) kantor Thailand dan Indonesia
melakukan kunjungan
observasi ke wilayah Gunungkidul, sebagai salah satu
perwakilan daerah di Indonesia yang mengembangkan sistem padi berbasis pada
agroforestri. Modul atau panduan yang akan dikembangkan FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations) dan
ICRAF ini bertujuan memetakan model agroforestri padi di sejumlah wilayah di
Asia Tenggara. Tulisan ini hendak memberikan
gambaran bagaimana model pertanian padi yang berbasis pada
agroforestri yang berlaku di
Gunungkidul, sebagai sebuah
contoh sistem sederhana yang dilakukan oleh petani di
Indonesia.
Tentang Gunungkidul
Gunungkidul
adalah satu kabupaten di bagian timur Daerah
Istimewa Yogyakarta, Sebagian
besar wilayahnya merupakan pegunungan karts dengan ketinggian mencapai
700 mdpl (meter diatas
permukaan laut). Secara topografi Gunungkidul
terbagi dalam tiga zona yaitu: zona utara
(Batur Agung), zona tengah (Ledok Wonosari) dan zona selatan (Pegunungan Seribu). Gunungkidul
merupakan wilayah yang terkenal kering dengan curah hujan rata-rata 1.881,94
mm/ tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 91,22 hari/tahun.
Padi
adalah sumber makanan pokok utama masyarakat
Gunungkidul, selain ubi kayu. Produksi padi menduduki posisi kedua
(108,81 kuintal/ha) setelah ubi kayu (155,05 kuintal/ha), dimana padi
dihasilkan dari padi sawah sebesar 62,21 kuintal /ha dan padi ladang 46,60
kuintal/ ha.
Sistem Agroforestri padi di Gunungkidul
Padi di Gunungkidul selain
dihasilkan dari sistem sawah juga dihasilkan dari sistem agroforestri. Sistem
agroforestri padi di Gunungkidul merupakan sistem yang sederhana dimana tanaman
padi ditumpangsarikan dengan tanaman semusim lain dengan pohon ditanam pada
pembatas lahan bagian luar maupun disepanjang pematang. Jika melihat karakter
topografi Kabupaten Gunungkidul bentuk agroforestri padi hanya ditemui di zona
utara (Batur Agung) dan zona tengah (Ledok Wonosari), di zona selatan sangat
jarang ditemui tanaman padi karena kondisi lahan yang kering, berkapur dan
dominasi pohon yang sudah besar.
Berikut bentuk agroforestri padi
Kabupaten Gunungkidul dilihat dari karakteristik zona.
Sistem agroforestri padi di zona utara (Batur Agung)
Topografi zona utara adalah
perbukitan dengan ketinggian antara 200-700 mdpl. Sistem agroforestri padi di
zona ini didominasi oleh bentuk lorong (alley
cropping) dan penanaman pohon pada teras. Pada sistem lorong, padi ditanam diantara
pohon yang umumnya adalah jati, mahoni, sengon, sonokeling. Sedangkan untuk
pohon yang ditanam pada teras adalah: jati, turi, mangga, nangka dan pisang. Jenis
padi yang ditanam di zona ini adalah mulai dari padi unggul seperti Ciherang,
Situbagendit sampai padi lokal seperti mendel.
Sistem agroforestri padi dengan bentuk lorong, dimana padi dan rumput gajah ditanam di antara pohon jati |
Sistem agroforestri padi di zona tengah (Ledok Wonosari)
Kondisi topografi di Zona Ledok
Wonosari ini relatif datar dengan ketinggian 150-200 mdpl. Sitem agroforestri
padi yang sering ditemui di wilayah ini adalah border planting dengan pohon sebagai pembatas luar dari lahan
padi. Pohon yang ditanam sebagai
pembatas umumnya adalah tanaman kayu seperti : sengon; mahoni dan jati. Selain
tanaman padi, ada beberapa tanaman palawija yang ditanam dipematang lahan
seperti : kacang panjang, pohon turi, dan pisang. Jenis padi yang ditanam pada
jenis ini adalah IR 64 dan Ciherang. Di kedua
sistem agroforestri tersebut selain pohon, padi dan tanaman semusim petani juga
menanam rumput gajah dan rumput raja sebagai hijauan pakan ternak yang dipelihara
di kandang.
Sistem agroforestri padi dimana pada teras-teras ditanami pohon jati, turi dan pisang |
Pola tanam padi di Kabupaten Gunungkidul.
Budidaya
padi yang dilakukan pada sistem agroforestri adalah sistem tadah hujan, yang
menggunakan jenis padi ladang, hanya di beberapa wilayah di zona tengah yang
berbentuk sawah. Sistem tadah hujan sangat tergantung pada musim, dimana musim
hujan di Gunungkidul terjadi selama 7 bulan mulai bulan November- Mei. Selama musim
hujan, petani akan melakukan dua kali masa tanam yaitu: masa tanam pertama
November-Januari dan masa tanam kedua Februari – Mei. Pada masa tanam pertama
petani biasanya akan menanam padi karena curah hujan pada bulan November –
Januari relatif tinggi, dan pada masa tanam kedua petani biasanya akan menanam
palawija seperti ubi kayu, kacang tanah, kedelai, dan jagung.
Dari
tanaman padi petani akan memperoleh biji padi yang akan disimpan untuk konsumsi
sendiri sampai dengan musim tanam tahun berikutnya. Jarang ada petani yang
menjual hasil padinya kecuali ada sisa lebih sampai tahun berikutnya. Jerami
padi akan dijadikan sebagai pakan ternak baik diberikan secara langsung ataupun
difermentasi untuk diawetkan. Sebagai pemasukan penghasilan petani mengandalkan
penjulan hasil panen palawija seperti jagung, kedelai, dan kacang tanah pada
akhir masa tanam kedua.
Pohon
yang ditanam oleh petani terutama di pinggiran lahan padi ditujukan sebagai simpanan jangka
menengah dan jangka panjang sebagai penghasil buah dan kayu. Pohon yang ditanam
selain tanaman kayu adalah tanaman buah seperti durian, nangka, mangga, dan
rambutan. Pemilihan tanaman kayu maupun buah didasarkan atas kondisi lahan,
daya adaptif jenis tanaman dan tanaman asli setempat. Tanaman kayu seperti
jati, mahoni dan sono keling akan digunakan sebagai bahan furniture dan bahan
bangunan (pintu, jendela, kusen, tiang rumah, usuk, gelagar). Limbah
kayu berupa ranting dan sisa-sisa potongan biasanya akan dimanfaatkan sebagai
kerajinan tangan dan seni. Untuk jenis kayu lunak seperti sengon dan jabon
ranting dimanfaatkan untuk bahan bakar di dapur.
Sistem
agroforestri padi merupakan pengetahuan turun temurun namun seiring
perkembangan waktu modifikasi budidaya dan pembaharuan cara menanam yang lebih
sistematis mulai disebarkan melalui penyuluhan. Sebagai contoh dahulu cara
menanam padi mendel masih dilakukan dengan cara disebar, saat ini petani
menanam biji padi dengan cara ditugal dengan jarak lubang 20cm x 30 cm atau
variasi jarak tanam lainnya.
Padi dalam naungan: apakah jenis yang paling cocok?
Sejauh ini, sistem agroforestri padi di Gunung Kidul
masih mengintegrasikan tanaman padi dan tanaman tahunan dengan sistem tumpang
sari selama 1 – 3 tahun pertama saja. Hasil kajian Sumarhani tahun 2005 dari Badan Penelitian Pengembangan dan
Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (FOERDIA) menunjukkan
bahwa dengan sistem pengaturan jarak tanam yang lebih lebar dan pemilihan jenis
pohon dengan tajuk ringan dan sempit dapat memperpanjang masa tumpang sari
hingga menjadi 5 – 10 tahun. Bahkan, jika menggunakan padi gogo dengan varietas
Jatiluhur dan galur Dt-15/II/KU, yang dinyatakan memiliki ketahanan terhadap
naungan yang cukup tinggi, maka penanaman padi dapat dilakukan di sepanjang
daur tanaman keras atau pohon.
Komentar
Posting Komentar